Selasa, 11 November 2008

Atmosfer Bali di Utara Jakarta

DI Bali, tak sulit menemukan restoran seafood yang menawarkan atmosfer bersantap di tepi pantai sambil menikmati indahnya sunset. Bagaimana dengan Jakarta?Ancol Jimbaran Resto adalah jawabannya. Restoran yang berlokasi di kawasan Pantai Karnaval Ancol, Jakarta Utara, ini mencitrakan konsep Bali seutuhnya. Mulai menu, racikan bumbu, dekorasi ruangan, taman, alunan musik, hingga koki, dan pelayan restoran yang didatangkan langsung dari Pulau Dewata.Menurut General Manager Ancol Jimbaran Resto I Nyoman Suarjana, restoran yang berdiri sejak Desember 2005 ini merupakan cabang dari Ocean Cafe yang ada di Pantai Jimbaran Bali, namun dengan konsep yang berbeda."Kalau di Bali suasana kafe sudah ter-cover dengan nuansa alam Bali yang sesungguhnya. Sedangkan di sini (Jakarta), untuk menampilkan nuansa khas Bali tentunya perlu sentuhan dekorasi dan ornamen yang menjadikan suasana seolah berada di Bali," tuturnya. Dibanding restoran lain sepanjang jalan selepas masuk pintu gerbang timur kawasan wisata Ancol, restoran ini terbilang paling jauh karena terletak di ujung. Tak heran, manakala mobil mulai masuk pelataran parkir restoran, kami seolah sudah jauh meninggalkan Jakarta dan berada di sebuah teras rumah di "Bali".Nuansa Bali menjelma sempurna di tempat ini. Sebuah gapura tinggi besar dengan dua patung arca dan payung panjang berumbai di kedua sisinya menyambut pengunjung di bagian depan. Tak luput, kain poleng hitam putih khas Bali membalut dua arca. Di Bali, pintu gerbang masuk ini disebut angkul-angkul. Jika Anda memutar lewat pintu belakang, begitu masuk dan melangkah ke area taman, akan tampak sebuah patung Hanoman yang berdiri gagah di tengah rindangnya tanaman dan gemericik air.Ada pula beberapa pot besar berisi tanaman air, dan tentunya pohon kamboja. Di dekat pintu masuk bagian belakang juga terdapat pura yang merupakan salah satu bagian penting dari rumah-rumah umat Hindu di Bali. "Sebelum mulai bekerja, kami berdoa dulu di pura ini," ungkap staf pemasaran Ancol Jimbaran Resto, Kadek.Destinasi pertama adalah Ulu Watu. Bangunan utama dua lantai ini tak ubahnya rumah panggung biasa yang dinding dan lantainya didominasi kayu, serta atap yang dilapisi alang-alang. Yang membedakan tentu ornamen dekorasinya seperti kain poleng dan batik saraswati yang membalut tiang-tiang.Dari balik jendela kaca, kita dapat mengarahkan pandangan langsung ke pantai. Jika ingin lebih romantis, naik saja ke teras lantai dua. Di sini semilir angin pantai lebih terasa. Alunan musik Bali yang terdengar di seluruh penjuru ruangan, taman, dan dapur, kian menggairahkan adrenalin, serasa berada di paradise island yang sesungguhnya.Nah, bagi pencinta pantai tentu akan memilih area bersantap outdoor, di mana puluhan kursi dan meja makan diletakkan langsung di atas pasir pantai. Konsep bersantap di bibir pantai ini sudah lazim di Bali yang memang kaya akan pantai. Di sepanjang Pantai Jimbaran dan Kedongan Bali misalnya, terdapat puluhan restoran ikan bakar yang menyediakan menu seafood berbumbu khas.Sambil bersantap, pengunjung dapat menikmati deburan ombak dan semburat langit saat matahari terbenam (sunset). Kesegaran bahan mentah juga menjadi prioritas. Itulah sebabnya, Ancol Jimbaran Resto memiliki area yang disebut Pasar Ikan. Di sini terdapat akuarium-akuarium khusus untuk menampung ikan, lobster, udang, cumi, ikan, dan kepiting hidup.Pengunjung dapat memilih sendiri sesuai ukuran dan berat yang diinginkan. Beralih ke hidangan, aneka seafood ala Jimbaran Bali yang konon citranya sudah mendunia tampak mendominasi daftar menu di restoran berkapasitas 400 orang ini.Menurut Nyoman, kekhasan terletak pada olahan bumbu yang diracik dari rempah segar dan alami. "Kami tidak pernah memakai bumbu instan seperti saus dan sambal botolan," tandasnya. (sindo//nsa)

Senin, 10 November 2008

Merajut Asa di Pulau Renda

DIHUNI oleh Suku Bajo yang terkenal sebagai manusia laut, Pulau Renda mencoba mengembangkan potensi diri berlatar keindahan alam.Embusan angin semilir dan matahari yang bersinar cerah, menjadi waktu paling tepat untuk mengunjungi pulau kecil di Sulawesi Tenggara. Pulau dengan luas 218 km persegi itu terkenal dengan nama Pulau Renda. Terletak di Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Untuk bisa mengunjungi pulau yang masih asri itu, bisa menyeberang dari Pelabuhan Tampo selama satu jam dengan perahu yang bisa disewa dari penduduk setempat. Warna laut yang kebiruan dan sesekali terlihat ikanikan terbang melayang menghindari perahu, membuat penyeberangan terasa menyenangkan. Setelah satu jam bermain dengan ombak dan gelombang yang tidak terlalu besar, pulau kecil yang dulu dikenal dengan nama Bungin Sikalangkah, terpampang di depan mata. Sebuah dermaga yang belum jadi dan gapura berwarna gading menjadi penyambut selamat datang bagi siapa pun yang menginjakkan kaki di pulau itu. Pulau Renda dihuni oleh mayoritas Suku Bajo dengan jumlah 101 kepala keluarga berdasarkan data tahun 2007. Karena Suku Bajo terkenal memiliki jiwa pelaut dan tidak bisa hidup jauh dari laut, mereka membangun rumah di atas air di pinggir-pinggir pantai. Rumah-rumah berdinding anyaman bambu itu tertata cukup rapi sehingga jauh dari kesan kumuh. Anak-anak yang berenang ceria di pantai atau di bawah kolong rumah mereka, menjadi warna keseharian di pulau ini. Kesederhanaan hidup yang bersahaja sangat terasa. Walaupun begitu, berbagai fasilitas dan sarana umum sudah bisa ditemukan di dalam pulau yang di sebelah utara berbatasan dengan Pulau Bontu-Bontu ini. Tidak jauh dari kebun kelapa milik masyarakat, berdirilah sebuah masjid. Terdapat pula sebuah sekolah dasar sehingga anak-anak pulau bisa mengenyam pendidikan dasar di pulau mereka sendiri. Di pulau yang terkenal dengan legenda bintang lautnya ini, juga terdapat pusat kesehatan masyarakat. "Awalnya sebelum ada program Marine and Coastal Resources Management Project dan program Small Scale Natural Resources Management dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), masyarakat tidak tahu cara memelihara laut dan pantai," kata Sekretaris DKP Kabupaten Muna La Djono. Sebelum program pemeliharaan sumber daya laut digalakkan seperti melatih masyarakat membuat keramba tancap, budi daya rumput laut dan penanaman terumbu karang, masyarakat Suku Bajo yang berdiam di Pulau Renda hanya bisa mencari ikan dengan menggunakan bom ikan. "Program itu mulai diuji coba tahun 2003. Sejak itulah pola mencari nafkah Suku Bajo di Pulau Renda berubah," ujar La Djono. Dalam program tersebut, selain diberi bantuan dana bergilir, masyarakat juga dilatih untuk mengolah sumber daya alam yang dimiliki. Perubahan dari menangkap ikan dengan bom, kini mulai berganti dengan dibuatnya keramba-keramba tancap. Keberadaan keramba selain sebagai mata pencarian masyarakat, bisa pula menjadi tontonan menarik pengunjung yang datang ke pulau itu. Di keramba yang berjarak 20 meter dari pantai, bisa dilihat proses pemberian makan ikan kerapu. Berbagai jenis ikan kerapu dipelihara, mulai kerapu macan, kerapu tikus, hingga kerapu lumpur. Harga ikan kerapu yang cukup mahal, bisa mencapai Rp200.000 per kilogram. Karena itulah kini memelihara ikan kerapu menjadi mata pencarian utama masyarakat Pulau Renda. Selain membuat keramba tancap, masyarakat juga membudidayakan rumput laut yang dipanen 45 hari sekali. "Hasil panen yang didapatkan masyarakat mulai ikan kerapu dan rumput laut, biasanya dibeli pengumpul yang datang. Kadang-kadang pula masyarakat menjual langsung ke pulau-pulau terdekat," kata Mantan Ketua Koperasi Bungin Sikalangkah Ahmad Yadi. Satu-satunya kendala yang dihadapi masyarakat Suku Bajo di Pulau Renda, Yadi menyebutkan, adalah tidak terdapatnya sumur air tawar. Untuk keperluan air tawar, masyarakat menampung air hujan di dalam bak penampungan air. Jika hujan lama tidak turun dan bak penampungan air sudah kering, Suku Bajo akan berangkat membeli air ke pulau-pulau terdekat. "Saya yakin masyarakat bisa mendapatkan air bersih dengan mengebor tanah. Itu telah dilakukan oleh pulau-pulau lain dan mereka mendapatkan air bersih. Kami masih menunggu bantuan untuk itu," kata Yani.Kesederhanaan masyarakat Pulau Renda dengan Suku Bajo di dalamnya, bisa menjadi contoh penghuni pulau kecil lainnya di Indonesia, untuk memberdayakan potensi alam yang bisa diolah. Hingga masyarakat bisa merenda sebuah asa yang tidak sia-sia, seperti di Pulau Renda ini. (sindo//tty)

belajar membuat blog


hari ini saya belajar membuat blog di telkom.Membuat blog ini sangat mudah dan menyenangkan.